Sejarah Koperasi Syariah
Koperasi
syariah adalah sebuah kegiatan usaha yang sistem kerjanya hampir sama dengan
koperasi pada umumnya yaitu berbasis pada anggota dan sifatnya kekeluargaan, hanya
saja dalam pengaturan keuangannya tidak menggunakan sistem bunga/riba sehingga
halal bagi umat muslim. Karena ide dasarnya adalah koperasi konvensional maka
untuk mengetahui sejarah koperasi syariah tidak bisa lepas dari sejarah
koperasi konvensional.
Sejarah Koperasi Konvensional
Koperasi
pertama kali digagas oleh Robert
Owen (1771-1858) yang diterapkan pada usaha pemintalan kapas di New
Lanark, Skotlandia. Gerakan koperasi ini dikembangkan lebih lanjut oleh William King (1786-1865)
dengan mendirikan toko koperasi Brighton di Inggris. Pada 1 Mei 1828, King
menerbitkan publikasi bulanan yang bernama The
Cooperator yang berisi gagasan dan saran-saran praktis tentang
mengelola toko dengan menggunakan prinsip koperasi. Dari 2 tokoh tersebut
kemudian koperasi berkembang ke berbagai belahan dunia.
Di
Indonesia koperasi diperkenalkan oleh R.
Aria Wiriatmadja di Purwokerto, Jawa Tengah pada tahun 1896. Beliau
mendirikan kredit dengan tujuan membantu rakyatnya yang terjerat hutang dengan
rentenir. Di era kebangkitan nasional pada masa Budi Utomo, koperasi mulai
berkembang, yaitu pada tahun 1900-an. Perintisan koperasi dimulai dari
tokoh-tokoh pergerakan nasional pada tahun 1908 dengan berdirinya koperasi
rumah tangga (konsumsi), kemudian disusul dengan berdirinya “toko-toko adil”
pada tahun 1913 oleh tokoh-tokoh Serikat Dagang Islam, Serikat Islam, dan
tokoh-tokoh pergerakan nasional yang lain.
Kemunculan Koperasi Syariah
Seperti
yang dijelaskan sebelumnya bahwa bahwa koperasi konvensional muncul sebagai
solusi atas keresahan penduduk kelangan ekonomi lemah untuk memajukan usahanya
karena keterbatasan modal yang dimiliki. Namun sayangnya koperasi konvensional
masih menerapkan sistem bunga/riba, sedang dalam Islam hal tersebut dilarang.
Berikut
adalah dalil-dalil yang merujuk pelarangan sistem bunga/riba dalam Al Quran:
- الَّذينَ يَأكُلونَ الرِّبوٰا۟ لا يَقومونَ إِلّا كَما
يَقومُ الَّذى يَتَخَبَّطُهُ الشَّيطٰنُ مِنَ المَسِّ ۚ ذٰلِكَ بِأَنَّهُم قالوا
إِنَّمَا البَيعُ مِثلُ الرِّبوٰا۟ ۗ وَأَحَلَّ اللَّهُ البَيعَ وَحَرَّمَ الرِّبوٰا۟
ۚ فَمَن جاءَهُ مَوعِظَةٌ مِن رَبِّهِ فَانتَهىٰ فَلَهُ ما سَلَفَ وَأَمرُهُ إِلَى
اللَّهِ ۖ وَمَن عادَ فَأُولٰئِكَ أَصحٰبُ النّارِ ۖ هُم فيها خٰلِدونَ
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (QS Al Baqarah: 275) - يَمحَقُ اللَّهُ الرِّبوٰا۟ وَيُربِى الصَّدَقٰتِ ۗ وَاللَّهُ
لا يُحِبُّ كُلَّ كَفّارٍ أَثيمٍ
Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa. (QS Al Baqarah: 276) - يٰأَيُّهَا الَّذينَ ءامَنوا لا تَأكُلُوا الرِّبوٰا۟ أَضعٰفًا
مُضٰعَفَةً ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُم تُفلِحونَ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. (QS Al Imran: 130) - وَما ءاتَيتُم مِن رِبًا لِيَربُوَا۟ فى أَموٰلِ النّاسِ
فَلا يَربوا عِندَ اللَّهِ ۖ وَما ءاتَيتُم مِن زَكوٰةٍ تُريدونَ وَجهَ اللَّهِ
فَأُولٰئِكَ هُمُ المُضعِفونَ
Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya). (QS Ar-Ruum: 39)
Dari
beberapa ayat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa:
- Memakan riba itu menyulitkan kehidupan
- Berdiri sebagai orang kemasukan setan sebagaimana layaknya orang gila
- Allah telah menghalalkan jual beli, dan mengharamkan riba
- Orang yang kembali memakan riba akan menjadi penghuni neraka
- Allah memusnahkan riba, artinya memusnahkan harta itu atau meniadakan berkahnya
- Allah telah menyuburkan sedekah, artinya memperkembangkan harta yang telah dikeluarkan sedekahnya atau melipatgandakan berkahnya.
- Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran dan selalu berbuat dosa, diantaranya memakan riba.
- Umat Yahudi dihukum karena menghalalkan yang haram dan menghalangi orang dari kebaikan serta suka memakan riba.
- Riba tidak menambah berkat harta
- Sadaqah atau zakat dengan mengharap ridha Allah akan melipatgandakan manfaat dari harta itu
Dari
beberapa penjabaran tersebut maka muncullah keraguan masalah kehalalan untuk
bunga ini. Karena bank maupun koperasi konvensional masih menggunakan bunga
sebagai akad dan perhitungan akuntasinya. Perhatian terhadap lembaga keuangan
syariah ini sebenarnya sudah mendapatkan perhatian jauh pada masa daulah Islam.
Perkembangan Koperasi Syariah di Indonesia
Perkembangan
koperasi syariah tidak diketahui secara pasti, kapan mulai berkembang di
Indonesia, namun secara historis model koperasi yang berbasis nilai Islam di
Indonesia telah diprakarsai oleh paguyuban dagang yang dikenal dengan SDI (Sarikat
Dagang Islam) oleh Haji Samanhudi di Solo Jawa Tengah yang menghimpun para
anggotanya dari pedagang batik yang beragama Islam. Keberadaan Sarikat dagang
Islam tidak bertahan lama, karena pada perkembangan selanjutnya Sarikat Dagang
Islam berubah menjadi Sarikat Islam yang haluan pergerakannya cendrung
bernuansa politik.
Setelah
SDI (Sarikat Dagang Islam) mengkonsentrasikan perjuangannya di bidang politik,
gaung koperasi syariah tidak terdengar lagi di Indonesia. Sekitar tahun 1990
barulah koperasi syariah mulai muncul lagi di Indonesia, lebih tepatnya lagi
pasca reformasi semangat ekonomi syari’ah dan koperasi syari’ah muncul kembali
di negeri ini. Menurut data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah saat
ini ada 3020 koperasi syari’ah di Indonesia yang bergerak di berbagai macam
kelembagaannya.
Kelahiran
koperasi syariah di Indonesia dilandasi oleh Keputusan Menteri (Kepmen) Koperasi dan
UKM Republik Indonesia Nomor 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 tanggal 10 September 2004
Tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah. Keputusan Menteri ini memafasilitas
berdirinya koperasi syariah menjadi koperasi jasa keuangan syariah (KJKS) atau
unit jasa keuangan syariah (UJKS), dengan adanya sistem ini membantu koperasi
serba usaha di Indonesia memiliki unit jasa keuangan syariah.
http://grevada.com/islam/sejarah-koperasi-syariah
SUMBER DANA, PRODUK DAN JASA DALAM KOPERASI SYARIAH
A.
Penghimpunan Dana
Untuk mengembangkan usaha Koperasi Syariah, maka para
pengurus harus memiliki strategi pencarian dana, sumber dana dapat diperoleh
dari anggota, pinjaman atau dana-dana yang bersifat hibah atau sumbangan. Semua
jenis sumber dana tersebut dapat di klasifikasikan sifatnya saja yang
komersial, hibah atau sumbangan sekedar titipan saja. Secara umum, sumber dana
koperasi diklasifikasikan sebgai berikut:
1.
Simpana pokok
Simpanan pokok merupakan modal awal anggota yang
disetorkan dimana besar simpanan pokok tersebut sama dan tidak boleh dibedakan
antara anggota. Akad syariah simpanan pokok tersebut masuk katagori akad Musyarakah.
Tepatnya syirkah Mufawadhah yakni sebuah usaha yang didirikan secara
bersama-sama dua orang atau lebih, masing-masing memberikan dana dalam porsi
yang sama dan berpartisipasi dalam kerja dengan bobot yang sama pula.
2.
Simpanan wajib
Simpanan wajib masuk dalam katagori modal koperasi
sebagaimana simpanan pokok dimana besar kewajibannya diputuskan berdasarkan
hasil Musyawarah anggota serta penyetorannya dilakukan secara kontinu setiap
bulannya sampai seseorang dinyatakan keluar dari keanggotaan koperasi Syariah.
3.
Simpanan sukarela
Simpanan anggota merupakan bentuk investasi dari
anggota atau calon anggota yang memiliki kelebihan dana kemudian menyimpanannya
di Koperasi Syariah.
Bentuk simpanan sukarela ini memiliki dua jenis
karakter antara lain:
a.
Karakter pertama bersifat dana titipan yang disebut (Wadi’ah) dan diambil
setiap saat. Titipan (wadi’ah) terbagi atas dua macam yaitu titipan (wadi’ah)
Amanah dan titipan (wadi’ah) Yad dhomamah.
b.
Karakter kedua bersifat Investasi, yang memang ditujukan untuk kepentingan
usaha dengan mekanisme bagi hasil (Mudharabah) baik Revenue Sharing,
Profit Sharing maupun profit and loss sharing.
4.
Investasi pihak lain
Dalam melakukan operasionalnya
lembaga Koperasi syariah sebagaimana Koperasi konvensional pada ummnya,
biasanya selalu membutuhkan suntikan dana segar agar dapat mengembangkan
usahanya secara maksimal, prospek pasar Koperasi syariah teramat besar sementara
simpanan anggotanya masih sedikit dan terbatas. Oleh karenanya, diharapkan
dapat bekerja sama dengan pihak-pihak lain seperti Bank Syariah maupun
program-program pemerintah. Investasi pihak lain ini dapat dilakukan dengan
menggunakan prinsip Mudharabah maupun prinsip Musyarakah.
B.
Penyaluran Dana
1.
Sesuai dengan sifat koperasi dan fungsinya, maka sumber dana yang diperoleh
haruslah disalurkan kepada anggota maupun calon anggota. Dengan menggunakan
Bagi Hasil (Mudharabah atau Musyarakah) dan juga dengan jual Beli (Piutang
Mudharabah, Piutang salam, piutang Istishna’ dan sejenisnya), bahkan ada
juga yang bersifat jasa umum, misalnya pengalihan piutang (Hiwalah), sewa
menyewa barang (ijarah) atau pemberian manfaat berupa pendidikan dan
sebagainya.
Investasi/Kerjasama
Kerjasama dapat dilakukan dalam bentuk Mudharabah
dan Musyarakah. Dalam penyaluran dana dalam bentuk Mudharabah dan
Musyarakah Koperasi syariah berlaku sebagai pemilik dana (Shahibul maal)
sedangkan pengguna dana adalah pengusaha (Mudharib), kerja sama dapat dilakukan
dengan mendanai sebuah usaha yang dinyatakan layak untuk dikasi modal.
Contohnya: untuk pendirian klinik, kantin, toserba dan
usaha lainnya
Jual
Beli (Al Bai’)
Pembiayaan jual beli dalam UJKS pada Koperasi syariah
memiliki beragam jenis yang dapat dilakukan antara lain seperti:
Pertama: Jual beli secara tangguh antara penjual dan pembeli
dimana kesepakatan harga sipenjual menyatakan harga belinya dan si pembeli
mengetahui keuntungan penjual, transaksi ini disebut Bai Al
Mudharabah.
Kedua: Jual beli secara pararel yang dilakukan oleh 3 pihak,
sebagai contoh pihak 1 memesan pakaian seragam sebanyak 100 setel kepada
Koperasi syariah dan Koperasi Syariah memesan dari Konveksi untuk dibuatkan 100
setel seragam yang dimaksud dan Koperasi membayarnya dengan uang muka dan
dibayar setelah jadi, setelah selesai diserahkan ke pihak 1 dan pihak 1
membayarnya baik secara tunai maupun diangsur, pembiayaan ini disebut Al Bai
Istishna. Jika Koperasi membayarnya dimuka disebut Bai’ Salam.
Jasa-jasa
Disamping itu produk kerjasama dan Jual beli Koperasi
Syariah juga dapat melakukan kegiatan jasa layanan antara lain.
Jasa
Al Ijarah (Sewa)
Jasa Al Ijarah adalah akad pemindahan hak
guna/manfaat barang atau jasa melalui pembayaran upah sewa tanpa pemindahan hak
milik atas barang itu sendiri, contoh: penyewaan tenda, Sound sistem dan
lain-lain.
Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya
selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan
kewajiban ayah memberi makan dan Pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf.
seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah
seorang ibu menderita kesengsaraan Karena anaknya dan seorang ayah Karena
anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih
(sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak
ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain,
Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang
patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan Ketahuilah bahwa Allah Maha melihat
apa yang kamu kerjakan. (Qs. Al-Baqarah :2. 233)
Jasa
Wadiah (Titipan)
Jasa Wadiah dapat dilakukan pula dalam bentuk
barang seperti jasa penitipan barang dalam Locker Karyawan atau
penitipan sepeda motor, mobil, pesawat dan lain-lain.
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat
kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di
antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi
pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha
mendengar lagi Maha Melihat. (Qs. An-Nisa’ 58.)
Hawalah
(Anjak Piutang)
Pembiayaan ini ada karena adanya peralihan peralihan
kewajiban dari seseorang terhadap pihak lain dan dialihkan kewajibannya kepada
Koperasi Syariah. Contoh kasus anggota yang terbelit utang dan pihak Koperasi
menyelesaikan/membayarkan kewajiban hutang tersebut dan anggota tadi
membayarnya kepada Koperasi.
Rahn
(Rahn)
Rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam
sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Yang mana dalam Koperasi
Syariah Gadai ini tidak menggunakan Bunga akan tetapi mengenakan tarif sewa
penyimpanan barang yang digadaikan tersebut, seperti gadai emas.
Jika kamu
dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak
memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang
dipegang[180] (oleh yang berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu
mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan
amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan
janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. dan barangsiapa yang
menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan
Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Qs. Al-Baqarah ayat 283. )
Wakalah
(Perwakilan)
Jasa ini adalah mewakilkan urusan yang dibutuhkan
anggota kepada pihak Koperasi seperti pengurusan SIM, STNK, pembelian barang
tertentu disuatu tempat, dan lain-lain. Wakalah berarti juga penyerahan
pendelegasian atau pemberian mandat.
“Bahwasannya Rasulullah mewakilkan kepada Abu Rafie
dan Anshor untuk mewakilkannya mengawini maimunah binti Al harits.”
(Al-Hadist)
Kafalah
(Penjamin)
Kafalah adalah jaminan yang diberikan oleh Kopersai (Penanggung) pada
pihak Ketiga untuk memenuhi kewajiban angotanya. Kafalah ada karena adanya
transaksi anggota dengan pihak lain dan pihak lain tersebut membutukan jaminan
dari Koperasi yang anggotanya berhubungan dengannya. Contoh kasus bila
para anggota mengajukan pembiayaan dari Bank Syariah dimana Koperasi sebagai
penjamin atas kelancaran angsurannya.
Penyeru-penyeru itu berkata: "Kami kehilangan
piala raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan
(seberat) beban unta, dan Aku menjamin terhadapnya". (Qs. Yusuf. Ayat
72. )
Qardh
(pinjaman Lunak)
Jasa ini termasuk katagori pinjaman lunak, dimana
pinjaman yang harus dikembalikan sejumlah dana yang diterima tanpa adanya
tambahan. Kecuali anggota mengembalikan lebih tanpa persyaratan dimuka maka
kelebihan dana tersebut diperbolehkan diterima Koperasi dan dikelompokkan kedan
Qardh (atau Baitulmaal-ZIS). Umumnya dana ini diambil dari simpanan pokok.
C.
Feature Produk
Dari aspek pemasaran, setiap Koperasi Syariah, dalam
hal mencari sumber dan maupun penyalurannya, memiliki ciri khas tersendiri. Hal
ini dimungkinkan agar para anggota maupun Investor tertarik untuk bekerjasama
dalam mengembangkan usaha Koperasi. Karena itu setiap Koperasi Syariah
hendaknya memiliki fitur produk seperti berikut:
1.
Nama produk: Rumah Idaman Bersubsidi
2.
Prinsip Produk (akad yang digunakan): Mudharabah Muqayyadah (terikat)
3.
Sumber dana yang digunakan: misalnya dana dari pinjaman
4.
Target maket: anggota atau non anggota khusus
5.
Jenis akad: dari Koperasi kepada anggota
6.
Jangka waktu: berapa lama yang harus ditunaikan anggota
7.
Keuntungan: tingkat keuntungan yang mau diambil margin atau bagi hasil (nisbah)
8.
Persyaratan umum: dokumen atau agunan
9.
Mitigasi Resiko: asuransi atau ditanggung pemerintah.
D.
Distribusi Bagi Hasil
Distribusi pendapatan yang dimaksud di sini adalah
pembagian pendapatan atas pengelolaan dana yang diterima Koperasi Syariah
dibagi kepada para anggota yang memiliki jenis simpanan atau kepada para
pemilik modal yang telah memberikan kepada Koperasi dalam Bentuk Mudharabah
dan Musyarakah. Sedangkan pembagian yang bersifat tahunan (periode khusus)
makan distribusi pendapatan tersebut termasuk katagori SHU (sisa hasil usaha)
dalam aturan koperasi.
Untuk pembagian bagi hasil kepada anggota yang memiliki
jenis simpanan atau pemberi pinjaman adalah didasarkan kepada hasil usaha yang
riil yang diterima Koperasi pada saat bulan berjalan. Umumnya ditentukan
berdasarkan nisbah yaitu rasio keuntungan antara koperasi Syariah dan anggota
atau pemberi pinjaman terhadap hasil riil usahanya. Misalnya nisbah 30:70,
yaitu jenis simpanan Qurban anggota adalah 30 sedangkan untuk Koperasi
70 terhadap keuntungan bersih Koperasi (laba bulan berjalan). Lain halnya
dengan Konvensional pendapatan dari jasa pinjaman koperasi disebut jasa
pinjaman (bunga) tanpa melihat hasil keuntungan riil melainkan dari saldo jenis
simpanan. Maka dengan demikian pendapatan bagi hasil dari Koperasi syariah bisa
bisa naik turun sedangkan untuk konvensional bersifat stabil alias tetap dari
saldo tanpa melihat jenis payah usaha Koperasi Syariah. Selanjutnya apabila
Koperasi syariah menerima pinjaman khusus (restricted Investment atau Mudharabah
Muqayyadah), maka pendapatan bagi hasil usaha tersebut hanya dibagikan
kepada pemberi pinjaman dan Koperasi syariah. Bagi Koperasi pendapatan tersebut
dianggap pendapatan jasa atas Mudharabah Muqayyadah.
Begitu pula selanjutnya untuk pendapatan yang
bersumber dari jasa-jasa seperti wakalah. Hawalah, Kafalah disebut
Fee Koperasi Syariah dan pendapatan sewa (ijarah). Pendapatan
yang bersumber dari jual beli (piutang dagang) Mudharabah, Salam dan
Istishna disebut Margin sedangkan pendapatan hasil investasi ataupun
kerjasama (Mudharabah dan Musyarakah) disebut pendapatan Bagi Hasil.
Dalam rangka untuk menjaga Liquiditas, Koperasi
diperbolehkan menempatkan dananya kepada lembaga keuangan Syariah diantaranya
Bank Syaria, BPRS maupun Koperasi Syariah lainnhya. Dalam penempatan dana
tersebut umumnya mendapatkan bagi hasil juga.
Untuk pembagian SHU tetap mengacu kepada peraturan
Koperasi yaitu diputuskan oleh Rapat Anggota. Pembagian SHU tersebut setelah
dikurangi dana cadangan yang dipergunakan sesuai dengan ketentuan yang
diberlakukan.
KOPERASI SYARIAH Oleh : Nur S. Buchori.
No comments:
Post a Comment